Senin, 01 Agustus 2016

Christmas Camel : Group Prog Apik Yang Nyaris Terlupakan



Banyak orang bertanya-tanya manakala belum lama ini  group band Christmas Camel diperbincangkan dikoran-koran, Majalah maupun di beberapa blog internet bahkan veteran anak anak muda era 70’an saja banyak yang bertanya-tanya pada penulis tentang Christmas Camel ini yang mana kami jawab bahwa
mereka mungkin luput membaca Aktuil terbitan  November 1977 yang membahas band yang sekarang jadi buah bibir itu. Christmas Camel ditasbihkan pada tahun 1975 di Jogja. Para personilnya  terdiri dari vokalis/gitaris Haryo Sasongko, vokalis/pemain drum Herry Soetanto, vokalis/pemain keyboard Rudy Wibowo, dan vokalis/pemain bas Koko yang  kehandalannya boleh diacungi jempol karena dia sangat menguasai macam – macam genre musik mulai dari folk, art-rock, hingga  rock. Mereka muncul dari kampus UGM, IKIP Negeri Jogjakarta, IKIP Sanata Dharma, dan Akademi Musik Indonesia,dengan additional  vokalis Bambang Ciptadi disamping deretan nama yang mendukung departemen brass dan string.“Christmas Camel”.
       Sendiri antara tahun 1975 – 1978 di Yogyakarta sudah ngetop. Sedangkang nama “Christmas Camel” yang kemudian disebut CC itu diambil dari lagunya Group Procol Harum,  yaitu group prog Inggris yang malang melintang di era 60-an hingga 70-an . Christmas Camel pernah sepanggung dengan group-group papan atas kita seperti Giant Step, Hooker Man atau God Bless , Farid and Bani Adam, Ogle Eyes,  Fannys (dengan mascotnya Joe Santos yang gaya panggungnya seperti Alice Cooper), Ternchem dan lain-lain.”Tapi kita kalah popular sama Giant Step, Superkid atau Rollies” Kata Herry Soetanto pada penulis waktu kami memuji dan mengucapkan selamat atas dirilis ulangnya album   Christmas Camel itu .
       Lagu-lagu karya Christmas Camel and Company dibawakan, mulai dari “Sebuah Pertanyaan”, “Rumah Mewah Pondok Tua”, “Tabah” dan “Ramadhan in Rock”. Di luar dugaan mereka, sambutan “Majalah Aktuil pada edisi November 1977 bahkan menulis kalau format live seperti itu baru pertama kali terjadi di Indonesia. Sebab yang lain baru sampai tahap mengikutsertakan pemain alat musik tiup dan gesek, sedangkan Christmas Camel and Company betul-betul aransemen orkestra,” Kongko bercerita pada saya mengenai pementasan 33 tahun lalu itu. Pementasan itu mengibarkan nama Christmas Camel and Company. “Ibaratnya kalau di Jakarta kan grup rocknya ada Godbless, Bandung punya Giant Step, Malang ada Bentoel terus Solo ada Terncem, nah kalau Jogja ya punya Christmas Camel and Company lah,” tutur Rudy. Christmas Camel and Company tak hanya spesial karena musik mereka yang sophisticated atau karena kolaborasi mereka dengan full orkestra yang luar biasa. Christmas Camel juga menjadi spesial karena lirik lagunya yang penuh kritik sosial. Melihat konteks sosio-historis Christmas Camel and Company yang aktif di masa 1970-an saat taring Orde Baru masih tajam mengancam, kritik sosial oleh sebuah band adalah sebuah keberanian yang tidak biasa.
       Camel and Company memang lekat dengan tema permasalahan sosial. Lirik lagu “Rumah Mewah dan Pondok Tua” membandingkan kehidupan keluarga kaya dengan keluarga papa. Keluarga kaya dideskripsikan dengan, “Mencari harta dengan segala cara, tapi bukan keringatnya”. Sementara itu keluarga papa dijelaskan dengan lirik, “Mencari makan dengan cara yang halal, apa daya serba tiada”.
            Pengaruh bangku kuliah pula yang membuat mereka menciptakan beberapa lagu yang sangat ‘anak kuliahan’. Misalnya, lagu “Sebuah Pertanyaan” yang seperti bicara tentang permasalahan twenty something yang kerap ditemui oleh mahasiswa, seputar pertanyaan mengenai apa yang harus dikerjakan setelah kuliah. Atau, lagu “Jam Weker” yang justru dengan lucu memotret transformasi penggunaan sepeda dengan jemputan colt saat menuju kampus.


Mereka Kini

       Herry Soetanto sendiri berharap suatu saat mereka bisa bermain kembali dalam sebuah pementasan. Namun ia mengaku sudah bersyukur dengan apa yang telah dicapai Christmas Camel and Company saat ini. “Secara pribadi saya bangga sudah menjadi bagian dari proses bermusik di Christmas Camel and Company. Bermain musik bersama Christmas Camel and Company lebih dari tiga puluh tahun yang lalu sampai beredarnya rekaman group ini tahun 2010 sudah lebih dari harapan saya,” ujarnya. Personil CC tentunya sudah tidak main musik lagi. Mereka umumnya sudah punya profesi mulai dari pegawai negeri hingga wiraswasta yang lumayan sejahtera dan Herry Soetanto sendiri kini menjabat Dirjen Perdagangan Luar Negeri. Dalam obrolannya dengan Penulis Herry Soetanto mengatakan “Jangan berharap  CC manggung lagi biarlah CC menjadi misteri dalam khasanah Musik Indonesia!”. (MH. Alfie Syahrine)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar