Di era tahun
1970-an, siapa tidak mengenal Group Musik asal Bandung Bimbo didirikan tahun 1967 Bimbo yang
diperkuat oleh Samsudin Dayat (Sam), Acil Darmawan (Acil), Djaka Purnama
(Jaka) dan pada Medio 1970-an
Bimbo diperkuat dengan
hadirnya Iin Parlina adik bungsu mereka dari Yanti Bersaudara. Acil Darmawan salah seorang vokalis Bimbo pada tahun 1974
melemparkan sebuah lagu yang berjudul Sendiri
Lagi dimana aransemen lagu ini diserahkan kepada ‘Brian Auger’-nya Indonesia yaitu Indra Rivai mantan keyboardist Philosophy Geng of Harry Roesli dimana
Indra begitu piawai meramu komposisi lagu Sendiri
Lagi ini bernuansa prog dengan sangat apiknya disertai balutan suara mandolin yang sangat
nuansamatik. Pada awalnya Trio Bimbo banyak dipengaruhi Musik
Latin. Lalu merilis album perdana di label Fontana Singapura dengan dengan
merilis lagu Melati Dari Jayagiri
karya Iwan Abdurachman. Di era tahun 70-an, Bimbo identik dengan lagu-lagu
balada yang cenderung berpola minor dengan lirik-lirik puitis.
“Salah satu
lagu abadi hasil karya cipta bangsa Indonesia yg tak tergerus oleh
waktu. Indah, syahdu, mempesona dan tak mudah terlupakan…!!!. Very nice song…!”
.Itulah salah satu komentar para pemerhati Youtube terhadap lagu
“Merpati Putih” yang ada dalam album Badai
Pasti Berlalu atau tebih dikenal sebagai album BPB.
Setelah era musik panggung terhempas karena kondisinya sudah tidak
menopang lagi disebabkan terjangan music new wave,disco dan pop
mellow maka dengan membawa perangkat musik panggung yang pernah
membesarkan mereka seperti moog synthesizer, mellotrone, Hammond B2
dll ke dalam studio, mereka mencoba suatu proyek baru yang mereka tidak sangka
menjadi begitu phenomenal hasilnya. Maka pada tanggal 4 Januari 1977. Badai
Pasti Berlalu direkam di Studio Irama Mas dengan penata rekaman beken
Stanley(Teten)dengan menghabiskan waktu 21 hari dan menyedot dana sekitar
Rp 2 juta. Atau mungkin bila sekarang sekitar Rp.200 juta
Memang inilah album Indo Pop Progressive yang oleh banyak
veteran anak-anak muda era 70-an dikatakan sebagai
album evergreen yang hingga kini sudah berusia 40 tahun. Inilah
album dahsyat yang digarap para raksasa musik prog Tanah Air dimana Wadia Balad
yang memperkuat proyek ini adalah Eros Djarot bersama Yockie Soeryoprayogo
(arranger/ keyboard/drum), Chrisye (bass/vokal), Fariz Rustam Munaf (drum) dan
Debby Nasution sebagai bintang tamu pada keyboard untuk beberapa lagu serta
Keenan Nasution Nasution sebagai additional drummer
Para penggemar
music Indo Pop Progressive yang notabene adalah para veteran
anak-anak era 70-an di youtube mengatakan bahwa album “Badai Pasti
Berlalu” itu suatu maha karya yang tidak akan pernah lekang oleh zaman dimana
mereka begitu terkagum akan permainan keyboard dan synthesizer Debby Nasution
dalam lagu ‘Khayalku’ itu, mereka menambahkan bahwa group ini sudah menggunakan
Hammond organ B2 seperti yang digunakan Procol Harum. suatu hal yang jarang
pada zaman itu (bahkan zaman sekarang sekalipun).Debby Nasution yang memang
sangat terpengaruh oleh permainan keyboard Matthew
Fisher (Procol Harum) dan Tony Bank (Genesis) disamping Johann Sebastian Bach dimana dia sangat
berhasil didalam memainkan Hammond-nya pada lagu Khayalku sebuah lagu dengan
aransemen yang paling ngeprog dari album Badai
Pasti Berlalu itu walaupun ada sisipan melodi pada lagu Pelangi yang dicomot dari lagu After
the Ordeal milik Genesis ungkap Debby secara terus terang pada suatu
saat. Dan bilamana kita menyimak versi awal “Khayalku”, otomatis kita akan
teringat pada musik klasiknya Johan Sebastian Bach.
Memang ketika pertama album ini muncul cenderung tidak ada yang menggubris
karena jenis suara Chrisye masih tidak lazim ditelinga khalayak yang masih awam
dengan dengan warna suaranya akan tetapi para progger lokal dia disebut-sebut
sebagai Peter Cetera-nya Indonesia,khalayak saat itu memang sedang demam lagu
lagu super mellow keluaran Remaco atau Lolypop tapi karena seringnya
stasiun radio kelas wahid yang ada di Menteng dan Kebayoran seperti Prambors, El Shinta, Amigos,Kejayaan
dll. mengumandangkan album ini maka khalayakpun mulai mencari carinya .
Pada lagu super sendu Merpati Putih
yang bisa membuat dada sesak itu sering
sekali di putar di radio Prombors. Pengaruh Patrick Moraz pada permainan
keyboard Yockie jelas sangat terasa bila kita mendengarkan lagu E&C&Y. sedangkan gaya gebukannya Fariz RM
yang trampil pada drum mengingatkan kita pada Bill Bruford.
Didalam lagu Merepih Alam sepintas
ada kemiripan pada lagu Procol Harum “A Whiter Shade of Pale“. Bagaimana
pula dengan peranan Berlian Hutauruk saat pembuatan album BPB itu dimana
dia mendapatkan jatah lagu Khayalku
berduet dengan Chrisye,Matahari, Semusim
dan Badai Pasti Berlalu yang mana lagu lagu itu sesungguhnya berat
semua? sedangkan usia Berlian Hutauruk saat itu baru menginjak 18 tahun
di tahun 1977 masih sangat muda tetapi sebagai keturunan Tapanuli yang
sangat musikal, kemampuan menyanyi Berlian sungguh luar biasa. Apalagi ia aktif
di paduan suara gereja, kemudian berguru pada pemusik-pemusik Batak yang berada
di Jakarta .
Maka, walaupun di usia belasan tahun itu, suara Berlian Hutauruk sudah
benar-benar telah jadi jenis soprano liris.
Berlian
Hutauruk sebagai pendamping vocal Chrisye pada lagu Khayalku turut memberi karakter pada album ini yang ternyata
perpaduan antara suara tenor Chrisye dan suara sopran Berlian Huaturuk
menjadikan lagu ini memiliki aura prog
yang sangat berkelas.
Penggemar musik Indonesia sudah sepatutnya berterima kasih banyak
kepada Eros Djarot yang membuat karya brkualitas itu dimana dia ditopang oleh
teman temannya yang memiliki selera dan visi yang sama seperti
Yockie,Chrisye, Fariz RM dan Nasution Bersaudara padahal tahun 1977 teknologi
musik masih sangat sederhana. Akses informasi tak secaggih sekarang. Toh,
anak-anak muda ini dapat membuat suatu maha karya yang sangat fenomenal dalam
khasanah musik Indonesia bahkan di youtube ada yang memberi komentar
bahwa untuk 100 tahun kedepan saja belum tentu akan ada lagi lagu klassik
seperti Khayalku yang ada dalam album
Badai Pasti Berlalu itu. Dalam
Album daur ulang arranger muda Andi Riyantoini gaya dan cara mereka
menyanyi-pun bergaya anak gaul jaman sekarang dengan maksud agar Album daur
ulang ini bisa diterima generasi muda tapi bagi para veteran 70-an model musik
dan gaya menyanyi seperti yang mereka nyanyikan itu bak sebuah sajian yang
dipaksakan dimana ruh klassik dari album aslinya sama sekali tidak dapat
terlihat atau dirasakan…atau istilah londonya telah kehilangan chemistry
dimana tidak ada sentuhan ruh 70-an sama sekali . Dan
beberapa bulan yang lalu sewaktu manggung di sebuah Hotel di bilangan Senayan
Berlian bersama Yockie Suryoprayogo mendapat sambutan yang sangat meriah
terutama oleh para saksi sejarah yang mengalami langsung kejayaan mereka berdua
34 tahun yang lalu dimana mereka namanya menjadi begitu popular dikarenakan “Badai Pasti Berlalu. (MH. Alfie Syahrine)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar