Rabu, 27 Juli 2016

Maulani

Pada tahun 1974 Maulani (menurut khabar dari salah seorang rekan KPMI  bahwa beliau masih menyanyi di sebuah Pub di bilangan Kelapa Gading) menyanyikan sebuah  lagu karya A Riyanto dengan iringan band 4 Nada yang untuk penggarapan lagu ini 4 Nada full orkestra judulnya Biarkan Bunga Berkembang yang
kemudian dinyanyikan lagi oleh A Riyanto, Tetty Kadi dan Endang S Taurina tapi sudah kehilangan nuansa spiritual touch-nya yang mana bagi saya lagu ini luar biasa sekali baik lirik maupun arransemennya.

       Namun lagi lagi pada kurun waktu setelah tahun 1977 dunia musik pop berkualitas redup kembali karena lagu-lagu pop era model Eddie Silitonga, Kembar Group, Madesya Group, UsBross,NoKoes dll yang lagu-lagunya mellow bin letoy bermunculan sedangkan musik panggung dan rock sudah nyaris punah tergilas oleh musik New Wave dan Disco  dan  Majalah Aktuil serta Top sebagai media yang mengusung perkembangan musik anak anak muda saat itu pada tahun 1978 telah pula berubah wajah menjadi majalah panas dingin bin esek esek.


Pada masa masa kritis seperti itu untunglah muncul Barong Band yang dimotori oleh Eros Djarot yang baru saja pulang dari Jerman .Eros dan Epot  merekrut anak anak Pegangsaan seperti Debby dan Gaury Nasution maka jadilah dua album Barong Band yang melawan arus saat itu; Kawin Lari dan Nyanyian Hati namun mereka tidak bisa dibilang sukses dalam pasaran karena saat itu musik mereka dianggap sangat berat untuk telinga awam dimana seperti pengakuan Eros sendiri mereka meramu musik mereka dengan lagu lagu dari Johan Sebastian Bach Beethoven dllwalaupun ada beberapa lagu yang sempat dikenal seperti Halleluya dan Superstar Tenggoyang menyindir bahwa di Indonesia ini begitu mudahnya masyarakat atau wartawan memberi predikat superstar sehingga pelawak Ratmi  B 29-pun dijuluki  Superstar.


Sebelumnya dari Bandung muncullah  si Budak  Bangor Djauhar Zaharsyah Fachrudin Roesli  alias Harry Roesli dengan sebatalion musisi rock dan tradisionil Bandung membuat proyek ajaibnya yang menggabungkan musik tradisionil Sunda dengan rock maka jadilah album Titik Api yang oleh banyak orang dikatakan sebagai sebuah mahakarya original yang luar biasa dimana Harry mentradisionilkan musik rock dan Sunda dengan suksesnya coba simak lagu Kebo Jiro, Sekar Jepun, Prolog, Epilog yang diramu dengan menggabungkan musik rock dengan gendang pencak, rebab, trompet tradisionil dan Karawitan Sunda dengan begitu harmonis walaupun dengan system rekaman yang ala kadarnya saat itu.
Bandung yang pada tahun tujuhpuluhan disebut sebut sebagai kota dan sarang-nya musisi beken dan memang merupakan kota yang sangat produktif bagi para seniman  dan anak anak band salah satunya adalah Giant Step yang di motori Benny Soebardja  group pecahan dari Shark Move ini pada tahun 1977 melemparkan album ‘Kukuh Nan Teguh’ yang menurut Riza Sihbudi  permainan Triawan pada keyboard sebagai luar biasa pada masa itu, inilah album murni Giant Step yang seluruhnya berbahasa Indonesia karena sebelumnya band ini baik di panggung maupun pada rekaman selalu membawakan lagu lagu Inggris hasil ciptaan mereka sendiri.
Seiring dengan suksesnya  proyek ajaib Harry Roesli Titik Api maka anak anak Jakarta-pun tidak mau ketinggalan , di penghujung tahun 1976 Guruh Soekarnoputra dan anak anak Gipsy dan Abadi Susman serta beberapa musisi Bali diboyong ke studio Tri Angkasa untuk membuat suatu proyek raksasa memadukan gamelan Bali dengan musik rock ,Guruh mengajak Kompiang Raka ( yang kemudian menjadi Wakil Direktur Gedung Kesenian Jakarta) untuk memuluskan eksperimennya. (MH. Alfie Syahrine)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar